Rabu, 16 Maret 2011

Tipologi Pola Asuh

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia Prasekolah adalah usia yang rentan bagi anak. Pada usia ini anak mempunyai sifat imitasi atau meniru terhadap apapun yang telah dilihatnya. Orang-orang dewasa yang paling dekat dengan anak adalah orang tua. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh sangat besar. Haryoko (1997: 2) berpendapat bahwa lingkungan sangat besar pengaruhnya sebagai stimulans dalam perkembangan anak. Orang tua mempunyai peranan yang besar dalam pembentukan kepribadian anak. Kenyataan yang terjadi di masyarakat, bahwa tanpa disadari semua perilaku serta kepribadian orang tua yang baik ataupun tidak ditiru oleh anak. Anak tidak mengetahui apakah yang telah dilakukanya baik atau tidak. Karena anak usia prasekolah belajar dari apa yang telah dia lihat. Pembelajaran tentang sikap, perilaku dan bahasa yang baik sehingga akan terbentuknya kepribadian anak yang baik pula, perlu diterapkan sejak dini. Orang tua merupakan pendidik yang paling utama, guru serta teman sebaya yang merupakan lingkungan kedua bagi anak. Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1978) yang mengungkapkan bahwa orang yang paling penting bagi anak adalah orang tua, guru dan teman sebaya dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik dan tidak baik. Pendidikan dalam keluarga yang baik dan benar, akan sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak. Kebutuhan yang diberikan melalui pola asuh, akan memberikan kesempatan pada anak untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang yang berada di sekitarnya.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Oleh karena itu, penulis akan membahas suatu permasalahan yang berjudul Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Terhadap Pembentukan Kepribadian Anak.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat disusun suatu permasalahan yaitu bagaimana pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak.


C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikanpengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan kepribadian anak usia dini.
D. Pembatasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, penulis membatasi usia prasekolah yaitu 4 tahun. Sedangkan kajiannya terbatas pada pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak.

BAB II
PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA DAN KEPRIBADIAN


A. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu kewaktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan positif.
 Macam-macam Pola Asuh Orang tua
Menurut Baumrind (1967), terdapat 4 macam pola asuh orang tua:
1. Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka.Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat. Pola asuh orang tua yang demokratis pada umumnya ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak. Mereka membuat semacam aturan-aturan yang disepakati bersama. Orang tua yang demokratis ini yaitu orang tua yang mencoba menghargai kemampuan anak secara langsung.
Untuk hal ini Baumrind (1978) menekankan bahwa dalam pengasuhan Demokrasi mengandung beberapa prinsip :
pertama, kebebasan dan pengendalian merupakan prinsip yang saling mengisi, dan bukan suatu pertentangan.
Kedua, hubungan orang tua dengan anak memiliki fungsi bagi orang tua dan anak.
Ketiga, adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat. Keempat, adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat.





2. Pola asuh Otoriter
Pola asuh orangtua yang autoritarian adalah orangtua yang memberikan batasan-batasan tertentu dan aturan yang tegas terhadap anaknya, tetapi memiliki komunikasi verbal yang rendah. Pola asuh ini merupakan cara yang membatasi dan bersifat menghukum sehingga anak harus mengikuti petunjuk orangtua dan menghormati pekerjaan dan usaha orangtua. Contoh orangtua yang authoritarian akan berkata : “Kamu melakukan hal itu sesuai dengan cara saya atau orang lain“. Dalam hal ini nampak sekali orangtua bersikap kaku dan banyak menghukum anak-anak mereka yang melanggar, karena sikap otoriter orangtua. Biasanya pola asuh ini memiliki kontrol yang kuat, sedikit komunikasi, membatasi ruang gerak anak, dan berorientasi pada hukuman fisik maupun verbal agar anak patuh dan taat. Ada ketakutan yang tinggi dalam diri orangtua terhadap anaknya karena adanya pertentangan dalam kemauan dan keinginan. Jadi anak-anak ini sering sekali tidak bahagia, ketakutan dan cemas dibandingkan dengan anak lain, gagal memulai suatu kegiatan, menarik diri karena tidak puas diri dan memiliki ketrampilan komunikasi yang lemah.
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

3. Pola asuh Permisif
Pola asuh permisif menekankan ekspresi diri dan self regulation anak. Orangtua yang permisif membuat beberapa aturan dan mengijinkan anak-anaknya untuk memonitor kegiatan mereka sebanyak mungkin. Ketika mereka membuat peraturan biasanya mereka menjelaskan alasan dahulu,orang tua berkonsultasi dengan anak tentang keputusan yang diambil dan jarang menghukum. Maccoby dan Martin (1983) menambahkan tipologi ini karena adanya tingkat tuntutan orang tua dan tanggapan yang ada. Dengan demikian pola asuh permisif terdiri dari dua jenis yaitu :
a. Pola asuh permisif yang penuh kelalaian (Permisive-neglectfull parenting).
Pada pola ini orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan anaknya. Orangtua yang seperti ini tidak akan pernah tahu keberadaan anak mereka dan tidak cakap secara sosial, padahal anak membutuhkan perhatian orang tua ketika mereka melakukan sesuatu. Anak ini biasanya memiliki self esteem yang rendah, tidak dewasa dan diasingkan dalam keluarga. Pada masa remaja mereka mengalami penyimpangan-penyimpangan perilaku, misalnya suka tidak masuk sekolah, kenakalan remaja. Dengan demikian anak menunjukkan pengendalian diri yang buruk dan tidak bisa menangani kebebasan dengan baik. Jadi orangtua yang tidak menuntut ataupun menanggapi menunjukkan suatu pola asuh yang neglectful atau uninvolved. Orangtua ini tidak memonitor perilaku anaknya ataupun mendukung ketertarikan mereka, karena orang tua sibuk dengan masalahnya sendiri dan cenderung meninggalkan tanggung jawab mereka sebagai orang tua . (Baumrind, 1991 ; Lamborn, Mounts, Steinberg, & Dornbusch, 1991 ; Maccoby & Martin, 1993).
b. Pengasuhan permisif yang Pemurah (Permisive-indulgent parenting).
Pada pola ini orangtua sangat terlibat dengan anaknya tetapi sedikit sekali menuntut atau mengendalikan mereka. Biasanya orangtua yang demikian akan memanjakan, dan mengizinkan anak untuk melakukan apa saja yang mereka inginkan. Gaya pola asuh ini menunjukkan bagaimana orangtua sangat terlibat dengan anaknya, tetapi menempatkan sedikit sekali kontrol pada mereka. Hal ini berkaitan dengan ketidakmampuan sosial, terutama dalam kontrol diri. Jadi gaya pola asuh permisif indulgent, orangtua memiliki tuntutan rendah dan tanggapan terlibat tinggi pada anak. Orangtua ini toleran, hangat dan menerima. Mereka menunjukkan sedikit otoritas, dan membiarkan terbentuknya self-regulation pada anak atau remaja.
Pola asuh permisif mengutamakan kebebasan, dan anak diberikan kebebasan penuh untuk mengungkapkan keinginan dan kemauannya dalam memilih. Pada dasarnya orangtua dalam pola ini akan menuruti kehendak anak, dan kerangka pemikiran psikoanalitis melandasi pandangan orangtua yang memandang bahwa setiap manusia dilahirkan sudah memiliki kebutuhan dasar pribadi yang menuntut untuk dipenuhi. Oleh karena itu apabila tuntutan ini tidak dipenuhi maka akan terjadi halangan perkembangan dan timbul penyimpangan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena itu anak harus diberikan kebebasan penuh serta dihindari penekanan terhadap keinginan dan kemauan anak, dan dibiarkan berkembang dengan apa adanya. Pandangan liberal ini berkembang di Inggris, yang dikembangkan oleh Neill (1960) , dia menyarankan supaya anak sebaiknya diberikan kebebasan penuh untuk melakukan apa yang menjadi keinginannya. Jika anak berbuat kesalahan, maka orang tua tidak perlu ikut serta untuk memperbaikinya tetapi cukup hanya membiarkan saja supaya anak itu memperbaiki sendiri dirinya sendiri. Faham ini memandang bahwa seorang anak secara alamiah telah memiliki suatu kemampuan untuk dapat mengurus dan mengatur dirinya sendiri, sehingga orang lain tidak perlu ikut campur tangan. Dari perkembangan liberal yang ada kemudian berkembang konsep baru dari Rogers dimana menyarankan supaya anak diasuh dengan campur tangan yang sesedikit mungkin dari orang tua maupun dari lingkungan.
Pola asuh orang tua permisif bersikap terlalu lunak, tidak berdaya, memberi kebebasan terhadap anak tanpa adanya norma-norma yang harus diikuti oleh mereka. Mungkin karena orang tua sangat sayang (over affection) terhadap anak atau orangtua kurang dalam pengetahuannya. Pola asuh demikian ditandai dengan nurturance yang tinggi, namun rendah dalam tuntutan kedewasaan, kontrol dan komunikasi, cenderung membebaskan anak tanpa batas, tidak mengendalikan anak, lemah dalam keteraturan hidup, dan tidak memberikan hukuman apabila anak melakukan kesalahan, dan tidak memiliki standart bagi perilaku anak, serta hanya memberikan sedikit perhatian dalam membina kemandirian dan kepercayaan diri anak.
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar.Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

4. Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
B. Pengertian Kepribadian
Istilah kepribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris“personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa lati“persona” yang berarti topeng. Menurut system, that determines his unique adjustment to his environment” Menurut bangsa Roma, persona berarti “bagaimana seseorang tampak pada orang lain”, bukan dari sebenarnya. Aktor menciptakan dalam pikiran penonton, suatu impresi dari tokoh yang diperankan di atas
pentas, bukan impresi dari tokoh itu sendiri. Dari konotasi kata persona inilah, gagasan umum mengenai kepribadian sebagai kesan yang diberikan seseorang pada orang lain diperoleh. Apa yang dipikir, dirasakan dan siapa dia sesungguhnya termasuk dalam keseluruhan “make up” psikologis seseorang dan sebagian besar terungkapkan melalui perilaku. karena itu, kepribadian bukanlah suatu atribut yang pasti dan spesifik, melainkan
merupakan kualitas perilaku total seseorang.
Berdasarkan definisi Allport, kepribadian ialah susunan system-sistem psikofisik yang dinamai dalam diri suatu individu yang unik terhadap lingkungan.


BAB III
PEMBAHASAN

A. Penerapan Pola Asuh yang Baik bagi Pembentukan Kepribadian Anak
Anak adalah buah hati orang tua yang merupakan harapan masa depan. Oleh karena itu, anak harus dipersiapkan agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berkepribadian yang baik berguna bagi masyarakat. Untuk itu, perlu dipersiapkan sejak dini. Anak sangat sensitif terhadap sikap lingkungannya dan orang-orang terdekatnya. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua sangat mempengaruhi kepribadian anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui bagaimana cara mengasuh anak dengan baik sehingga terbentuklah kepribadian yang baik pula.
Kepribadian anak terbentuk dengan melihat dan belajar dari orangorang disekitar anak. Keluarga adalah orang yang terdekat bagi anak dan mempunyai pengaruh yang sangat besar. Segala perilaku orang tua yang baik dan buruk akan ditiru oleh anak. Oleh karena itu, orang tua perlu menerapkan sikap dan perilaku yang baik demi pembentukan kepribadian anak yang baik. Pola asuh yang baik untuk pembentukan kepribadian anak yang baik adalah pola asuh orang tua yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi orang tua juga mengendalikan anak. Sehingga anak yang juga hidup dalam mansyarakat, bergaul dengan lingkungan dan tentunya anak mendapatkan pengaruh-pengaruh dari luar yang mungkin dapat merusak kepribadian anak, akan dapat dikendalikan oleh orang tua dengan menerapkan sikap-sikap yang baik dalam keluarga serta contoh atau tauladan dari orang tua.
Orang tua yang bisa dianggap teman oleh anak akan menjadikan kehidupan yang hangat dalam keluarga. Sehingga antara orang tua dan anak mempunyai keterbukaan dan saling memberi. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, gagasan, keinginan, perasaan, serta kebebasan untuk menanggapi pendapat orang lain. Anak-anak yang hidup dengan pola asuh yang demikian akan menghasilkan karakteristik anak yang dapat mengontrol diri, anak yang mandiri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.

B.Pengaruh Pola Asuh Orangtua pada pembentukan kepribadian Anak
Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh permisif (yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.
1. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua - anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak). Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, di mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak. , orangtua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif. . Di sisi lain, anak yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan
Menurut Middlebrook (dalam Badingah, 1993), hukuman fisik yang umum diterapkan dalam pola asuh otoriter kurang efektif untuk membentuk tingkah laku anak karena : (a) menyebabkan marah dan frustasi (dan ini tidak cocok untuk belajar); (b) adanya perasaan-perasaan menyakitkan yang mendorong tingkah laku agresif; (c) akibat-akibat hukuman itu dapat meluas sasarannya, misalnya anak menahan diri untuk memukul atau merusak pada waktu ada orangtua tetapi segera melakukan setelah orangtua tidak ada; (d) tingkah laku agresif orangtua menjadi model bagi anak.
Hasil penelitian Rohner (dalam Megawangi, 2003) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya).

2. Pola Asuh Permisif
Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah. Pola asuh orangtua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah. Sementara itu, anak yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.

3. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab Menurut Arkoff (dalam Badingah, 1993), anak yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja.
4. POla Asuh Penelantar
Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifeerence atau neglect, yaitu sifat yang tidak mepedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian, sehingga menimbulkan perasaan ditolak.
pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga.
Dari paparan di atas jelas bahwa jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Menurut Megawangi (2003) ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :
1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik.
2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.
3. Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar.
4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya.
5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6. Tidak menanamkan "good character' kepada anak.
Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, menurut Megawangi akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah.
1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain.
2. Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain.
3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.
4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna.
5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
6. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain.
7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya.
8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai ”role model” Anak akan lebih percaya kepada "peer group"nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.


C. Sikap Orang Tua yang Mendukung Pembentukan Kepribadian Anak
yang Baik
Sikap orang tua terhadap anak sangat mempengaruhi kepribadian anak Sikap yang baik yang dapat mendukung pembentukan kepribadian anak antara lain:
1. Penanaman Pekerti Sejak Dini
Orang tua dan keluarga adalah penanggung jawab pertama dan utama penanaman sopan santun dan budi pekerti bagi anak. Baru kemudian, proses penanaman akan dilanjutkan oleh guru dan mansyarakat. Ketiga unsur ini, menurut Yaumil C. Agoes Achir (2000: 43), hendaknya bekerja sama secara harmonis. Sopan santun harus ditanamkan pada anak sedini mungkin. Sebab sopan santun dan tata karma adalah perwujudan dari jiwa yang berisi nilai
moral. “untuk selanjutnya moral akan turut berkembang dengan yang lain dan akan dijadikan nilai sebagai pedoman dalam perilaku keseharian”, ujar Yaumil Achir. Penanaman nilai baik dan buruk sebaiknya dilakukan perlahanlahan, sesuai dengan tahap pertumbuhan anak, daya tangkap dan serap mentalnya. Ajarkan anak bersyukur setelah memperoleh sesuatu, ajarkan
kejujuran, sopan santun, mencintai sesama, memelihara, memperbaiki, dan lain-lain.
2. Mendisiplinkan Anak
Dengan penerapan disiplin pada anak sejak dini, akan menumbuhkan pribadi anak yang mandiri. Seorang anak akan belajar berperilaku dengan cara yang diterima masyarakat, dan sebagai hasilnya anak dapat diterima oleh anggota kelompok sosial mereka. Banyak orang tua yang tidak tahu apa yang harus dilakukannya ketika anak mulai melanggar aturan yang telah diterapkan bersama dalam keluarga. Yang terjadi kemudian adalah reaksi emosional yang akhirnya menimbulkan rasa bersalah orang tua. Pendekatan yang bisa digunakan orang tua adalah mengkombinasikan cinta dengan batasan-batasan yang telah disepakati bersama dalam keluarga. Dr. Carolyn Webster-Stratton menekankan prinsip disiplin harus dibuat sangat individual, sesuai kebutuhan masingmasing anak dan keluarga.
3. Menyayangi anak secara wajar
Bagi ayah dan ibu yang bekerja sepanjang hari, atau mempunyai aktivitas sosial/organasasi yang berlebihan, kebanyakan menitipkan anaknya kepada ibu pengganti. Itu bisa berarti nenek atau saudara orang tua sendiri atau menggaji perawat/pengasuh anak. Walaupun tidak menemaninya sepanjang hari, sikap dan perilaku orang tua dalam memberikan kasih sayang sebaiknya dilakukan secara wajar. “jangan memanjakan anak sebagai imbalan atas hilangnya waktu bersama anak akibat kesibukan orang tua. Apalagi memanjakan anak karena merasa berdosa, karena meninggalkan anak seharian”, ujar Fawzia Asmin Hadis (2005: 54).
4. Menghindari pemberian label “malas” pada anak
Banyak orang tua yang acapkali memberi cap atau label “malas” kepada anaknya. Sebutan ini dapat merugikan anak sebab membuat anak kurang berusaha karena merasa upaya yang dilakukannya tidak akan diperhatikan. Bahkan anak akan berlaku sebagaimana diharapkan melalui label yang disandangnya itu. Label tersebut akan merusak pembangunan
konsep diri anak yang dibentuk sejak masa kecil. Oleh karenanya, para orang tua hendaknya menghindari pemberian label “malas” kepada anaknya. Dengan label itu, anak akan merasa diperlakukan tidak adil menerima cap yang tidak pernah dikehendakinya, ujar Henny Sitepu M.A (2005: 56).
Hal penting yang harus dilakukan orang tua justru membangun semangat anak. Hal ini dapat dilakukan melalui kepercayaan yang diberikan pada anak melalui kegiatan yang unik serta mengandung tantangan atau dorongan lainnya. Sehingga anak menjadi individu yang mandiri.
5. Hati-hati dalam menghukum anak
Hukuman yang diberikan orang tua kepada anak adalah hukuman yang dapat mendidik anak, bukan hukuman yang dapat membuat anak menjadi trauma. Asumsi bahwa tiap perilaku salah itu disengaja adalah tidak benar. Anak terkadang tidak mengerti apa yang telah dilakukannya itu perilaku yang benar atau salah. Hukuman juga perlu diberikan kepada anak, sehingga anak akan mengetahui perilaku yang telah dilakukannya itu benar atau salah.
D. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Pembentukan Kepribadian Anak Berdasarkan Status Ekonomi.
1. Pengaruh Pola Asuh Oarang Tua yang Bekerja dan yang Tidak Bekerja terhadap Pembentukan Kepribadian Anak.
Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama tahuntahun pertama, sangat menentukan seberapa jauh individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua. Kenyataan tersebut menyiratkan betapa pentingnya dasar-dasar yang diberikan orang tua pada anaknya pada masa kanak-kanak. Karena dasardasar inilah yang akan membentuk kepribadian yang dibawa sampai masa tua. Tidak dapat dipungkiri kesempatan pertama bagi anak untuk mengenal dunia sosialnya adalah dalam keluarga. Didalam keluarga untuk pertama kalinya anak mengenal aturan tentang apa yang baik dan tidak baik. Oleh karena itu, orang tua harus bisa memberikan pendidikan dasar yang baik kepada anak-anaknya agar nantinya bisa berkembang dengan baik. Kenyataan yang terjadi pada masa sekarang adalah berkurangnya perhatian orang tua terhadap anaknya karena keduanya sama-sama bekerja. Hal tersebut mengakibatkan terbatasnya interaksi orang tua dengan anaknya. Keadaan ini biasanya terjadi pada keluarga-keluarga muda yang semuanya bekerja. Anak-anak kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua karena keduanya sama-sama sibuk dengan pekerjaannya masingmasing. Sedangkan anak pada usia ini sangat mambutuhkan perhatian lebih dari orang tua terutama untuk perkembangan kepribadian. Anak yang ditinggal kedua orang tuanya bekerja cenderung bersifat manja. Biasanya orang tua akan merasa bersalah terhadap anak karena telah meninggalkan anak seharian. Sehingga orang tua akan menuruti semua permintaan anak untuk menebus kesalahanya tersebut tanpa berfikir lebih lanjut permintaan anak baik atau tidak untuk perkembangan kepribadiaan anak selanjutnya. Kurangnya perhatiaan dari orang tua aka mengakibatkan anak mencari perhatian dari luar, baik dilingkungansekolah dengan teman sebaya ataupun dengan orang tua pada saat mereka di rumah. Anak suka mengganggu temannya ketika bermain, membuat keributan di rumah dan melakukan hal-hal yang terkadang membuat kesal orang lain. Semua perlakuan anak tersebut dilakukan hanya untuk menarik perhatian orang lain karena kurangnya perhatian dari orangtua.
Sedangkan orang tua yang tidak bekerja di luar rumah akan lebih fokus pada pengasuhan anak dan pekerjaan rumah lainnya. Anak sepenuhnya mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan anak menjadi kurang mandiri, karena terbiasa dengan orang tua. Segala yang dilakukan anak selalu dengan pangawasan orang tua. Oleh karena itu, orang tua yang tidak bekerja sebaiknya juga tidak terlalu over protektif. Sehingga anak mampu untuk bersikap mandiri.
2. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua yang Berpendidikan Tinggi dan Berpendidikan Rendah terhadap Pembentukan Kepribadian Anak
Latar belakang pendidikan orang tua mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan kepribadian anak. Orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang tingi akan lebih memperhatikan segala perubahan dan setiap perkembangan yang terjadi pada anaknya. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya mengetahui bagaimana tingkat perkembangan anak dan bagaimana pengasuhan orang tua yang baik sesuai dengan perkembangan anak khususnya untuk pembentukan kepribadian yang baik bagi anak. Orang tua yang berpendidikan tinggi umumnya dapat mengajarkan sopan santun kepada orang lain, baik dalam berbicara ataupun dalam hal lain.
Berbeda dengan orang tua yang mempunyai latar belakang pendidikan yang rendah. Dalam pengasuhan anak umumnya orang tua kurang memperhatikan tingkat perkembangan anak. Hal ini dikarenakan orang tua yang masih awam dan tidak mengetahui tingkat perkembangan anak. Bagaimana anaknya berkembang dan dalam tahap apa anak pada saat itu. Orang tua biasanya mengasuh anak dengan gaya dan cara mereka sendiri. Apa yang menurut mereka baik untuk anaknya. Anak dengan pola asuh orang tua yang seperti ini akan membentuk suatu kepribadian yang kurang baik.
3. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua dengan Tingkat Ekonomi Menengah Keatas dan Menengah Kebawah
Permasalahan ekonomi dalam keluarga merupakan masalah yang sering dihadapi. Tanpa disadari bahwa permasalahan ekonomi dalam keluarga akan berdampak pada anak. Orang tua terkadang melampiaskan kekesalan dalam menghadapi permasalahan pada anak. Anak usia prasekolah yang belum mengerti tentang masalah perekonomian dalam keluarga hanya akan menjadi korban dari orang tua. Dalam pola asuh yang diberikan oleh orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah keatas dan orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah berbeda. Orang tua yang tingkat perekonominnya menengah keatas dalam pengasuhannya biasanya orang tua memanjakan anaknya. Apapun yang diinginkan oleh anak akan dipenuhi orang tua. Segala kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan kekayaan yang dimiliki orang tua. Pengasuhan anak sebagian besar hanya sebatas dengan materi. Perhatian dan kasih sayang orang tua diwujudkan dalam materi atau pemenuhan kebutuhan anak. Anak yang terbiasa dengan pola asuh yang demikian, maka akan membentuk suatu kepribadian yang manja, serba menilai sesuatu dengan materi dan tidak menutup kemungkinan anak akan sombong dengan kekayaan yang dimiliki orang tua serta kurang menghormati orang yang lebih rendah darinya. Sedangkan pada orang tua yang tingkat perekonomiannya menengah kebawah dalam cara pengasuhannya memang kurang dapat memenuhi kebutuhan anak yang bersifat materi. Orang tua hanya dapat memenuhi kebutuhan anak yang benar-benar penting bagi anak. Perhatian dan kasih sayang orang tualah yang dapat diberikan.
Anak yang hidup dalam perekonomian menengah kebawah terbiasa hidup dengan segala kekurangan yang dialami keluarga. Sehingga akanterbentuk kepribadian anak yang mandiri, mampu menyelesaikan permasalahan dan tidak mudah stres dalam menghadapi suatupermasalahan.dan anak dapat menghargai usaha orang lain. Pada kenyataannya terdapat juga anak yang minder dengan keadaan ekonomi orang tua yang kurang. Oleh karena itu, peran orang tua dalam hal ini sangat penting. Orang tua harus menyeimbangkan denganpendidikan agama pada anak. Sehingga anak mampu mensyukuri segala yang telah diberikan oleh sang Pencipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar