Selasa, 17 Mei 2011

permasalahan pendidikan di indonesia

A. Latar Belakang Penulisan

Kita lihat Fenomena Anak Jalanan, Prostitusi atau kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak. Sebagian besar kasus terjadi di masyarakat kalangan bawah dengan tingkat ekonomi pendidikan dan keimanan yang rendah. Jangan salahkan orangtua, mereka terpaksa, mana ada sih di dunia ini orangtua yang tega menjual atau mempekerjakan anaknya. Benar, semua ini karena beban ekonomi yang sedemikian berat, jangankan untuk menyekolahkan anak agar berguna bagi masa depan bangsa untuk memenuhi kebutuhan pangannya saja sangat sulit. Sehingga wajar bila banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa putus sekolah akibat masalah dana. Sebanyak 8 juta siswa SD sampai SLTP di seluruh Indonesia terancam putus sekolah. Jumlah tersebut setara 20% hingga 40% siswa SD-SMP saat ini, yaitu sekitar 40 juta siswa.
Ini kisah nyata tentang nasib anak-anak usia sekolah di Indonesia yang hidupnya kurang mampu/miskin dengan kondisi mereka yang sangat memperihatinkan pada akhirnya mereka terpaksa meninggalkan bangku sekolah.
Masalah ini sangat erat kaitannya dengan penerus generasi bangsa dimasa yang akan datang. Bagaimana tidak? Turunnya kemampuan orangtua untuk membiayai pendidikan anaknya-terutama pada masyarakat lapisan kelas bawah, menurut proyeksi itu, masih menjadi penyebab utama tingginya jumlah anak yang putus sekolah. Gejala ini memberi dampak negatif, yaitu semakin banyaknya anak usia sekolah yang harus bekerja pada berbagai lapangan pekerjaan. Tak bisa dimungkiri, kualitas angkatan kerja yang masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah ini menyebabkan profesionalitas sumber daya manusia Indonesia tergolong rendah dan sulit bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Ini adalah Potret buram permasalahan pendidikan di indonesia.
Mudah-mudahan dengan semakin banyak saudara-saudari kita yang peduli terhadap nasib-nasib anak-anak tersebut terutama memberikan bantuan berupa dana pendidikan insya Allah problematika-problematika tersebut akan ditemukan solusinya.

B. Analisa Kajian

1. Perpespektif Pedagogis
Melihat begitu banyak permasalahan pendidikan di indonesia yang salah satunya adalah anak anak yang putus sekolah dan tidak dapat mengenyam pendidikan karena harus bekerja sebagai penjual somay seperti yang dialami asep, sehingga ia mempertegas niatnya untuk melupakan saja bersekolah.
Padahal Pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Rousseau (Emile, 1762), tujuan utama pendidikan adalah memberi kemampuan pada manusia untuk hidup di masyarakat. Kemampuan ini berupa pengetahuan dan/atau keterampilan, serta prilaku yang diterima masyarakat.
Dengan semakin banyaknya anak yang putus sekolah dan tidak bisa merasakan pendidikan di Indonesia, ini akan berdampak anak indonesia tidak dapat menjadi manusia yang seutuhnya karena kita mengetahui bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Begitupun menurut tokoh aliran Pragmatisme antara lain John Dewey dan Williams James Dewey dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu;
(1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, adalah karena adanya anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat, melainkan juga berfungsi sebagai pembaharu hidup atau renewal of life.
(2) pendidikan sebagai pertumbuhan, kebelum matangan si anak, akan tetapi dalam kebelummatangan itu terdapat potensi tersembunyi yang disebut potensialitas pertumbuhan.
(3)pendidikan sebagai fungsi sosial. karena sebagai individu anak juga sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya.
Sehingga dengan bersekolah anak anak dari keluarga kalangan bawah memiliki harapan untuk bisa memperbaiki kehidupan keluarganya dimasa yang akan datang. Karena dengan bersekolahlah anak Indonesia mampu mendapatkan pendidikan sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang diharapkan.

2. Perspektif Psikologi
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut (Mulyani, 1988) :
 Tugas perkembangan masa kanak-kanak
 Tugas perkembangan masa anak
 Tugas perkembangan masa remaja
 Tugas perkembangan masa dewasa awal
 Tugas perkembangan masa setengah baya
 Tugas perkembangan orang tua
Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak Masa pemuda dan masa dewasa, semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman pendidikan.
Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran diberbagai satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan harus memperhatikan berbagai aspek/dimensi, Tahapan dan karakteristik perkembangan anak yang menjadi subjek didik.
Dengan bersekolah anak indonesia mampu menunaikan tugas perkembangannya yaitu mendapatkan pendidikan yang bisa mengembangkan dan mengoptimalkan potensi potensi yang ada pada dirinya, dan berbagai perkembangan yang terjadi pada anak diperoleh melalui kematangan dan belajar.
Disekolah anak dapat belajar beradaptasi dengan berbagai situasi lingkungan dimana terjadi interaksi anak dengan manusia (orang dewasa, teman dan adik) dan dengan lingkungan alam sekitar. Ini membuat anak menjadi dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri untuk memasuki masa depannya. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri, dan dengan begitu banyaknya anak yang tidak dapat bersekolah di Indonesia, maka akan berdampak anak tidak memiliki keterampilan yang bisa dijadikan suatu modal dalam memperbaiki masa depannya.

3. Perspektif Yuridis
Bangsa Indonesia telah membuat catatan sejarah baru dalam upaya perlindungan anak dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam undang-undang nomor 23 ditegaskan beberapa poin penting sebagai berikut :
 Pasal 4 mengungkapkan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.
 Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok satu diantaranya yaitu :
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Ini Berarti Anak Indonesia harus bersekolah sesuai dengan UUD No 23 Tahun 2002. Meski pada kenyataannya masih banyak sekali anak anak yang putus sekolah karena masalah ekonomi dan mahalnya biaya pendidikan.
Bagaimana peran pemerintah? Program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis yang sudah berjalan harus lebih diperhatikan lagi. Pada kenyataannya sekolah gratis yang benar-benar gratis belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Memang untuk masuk bangku SD dan SMP sekarang tidak ada lagi kewajiban untuk membayar SPP, tapi setelah masuk orang tua tetap dibebani dengan kewajiban untuk pengadaan buku paket pelajaran. Dan pahitnya lagi buku yang sudah di beli dan di gunakan oleh si anak tidak bisa dipakai lagi (diwariskan) oleh adiknya nanti karena tiap tahun kurikulum (apapun namanya) selalu berganti, termasuk adanya perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain dalam hal Penerbit buku pelajaran. Dalam hal ini selain menggratis-kan masuk sekolah pemerintah juga seharusnya menyediakan buku pelajaran gratis yang baku dan seragam serta mewajibkan semua sekolah untuk menggunakannya. Pengadaan buku penunjang lain selain buku paket pokok harus benar benar hanya sebagai referensi.
Bukankah ini sangat ironis sekali bukan?!
4. Perspektif Agama
“ …..Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat……” (Qs. {58} Almujadalah : 11)
Ini berarti Agama Islam menghendaki umatnya memiliki ilmu pengetahuan, agar manusia bisa memahami syariat Allah yaitu beribadah kepada-Nya. Pelaksanaan syariat ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga manusia pantas memikul amanat dan menjalankan peran sebagai khalifah-Nya.
“Menjadi Khalifatullah fil ardi” (Albaqoroh : 30)
Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan Islam. Syariat Islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi, dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya.
Dengan mengenyam bangku sekolah maka anak tidak hanya diajari tentang bagaimana syariat islam, tetapi juga moral dan ahlaq, bagaimana cara berinteraksi dengan manusia lainnya dan ilmu pengetahuan. seperti hadist dibawah ini:
“Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari].
“ Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan Fitrah. Maka keduaorangtuanyalah yang dapat mengarahkannya atau menjadikannya sebagai seorang yahudi, Nasrani atau Majusi “ (HR. Bukhari)
Sehingga ketika anak tidak bersekolah dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak, bagaimana mungkin, anak anak kita bisa menjadi khalifah dibumi? dimana ia diamanahkan menjadi sosok penegak, penerus, pemimpin dalam melaksanakan ajaran Allah SWT.

5. Perspektif Pendidikan karakter bangsa
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa emas namun kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Dengan bersekolah maka anak anak Indonesia mempunyai banyak celah pelajaran mengenai karakter bangsanya dan dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari hari.
Karena pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
(1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
(2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
(3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Apabila anak anak Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah karena ketidakmampuan orangtua dalam membiayai anak sekolah, maka bagaimana mungkin pendidikan karakter yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dapat dirasakan dan diaplikasikan dalam kehidupan.
Jangan jangan dengan begitu banyaknya anak yang putus sekolah di Indonesia ini merupakan ancaman lunturnya karakter bangsa Indonesia dimasa yang akan datang.


C. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial atau dapat dipandang sebagai lembaga ekonomi non profit. Sebagai lembaga sosial, sekolah memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat, sedangkan sebagai lembaga ekonomi, sekolah menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi ekonomi untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Hal ini dilihat dari hasil pendidikan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Dampak ekonomi dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dampak sosial dapat dilihat pada kehidupan bermasyarakat yang tenteram, aman, dan sentosa. Etika moral dan akhlak mulia masyarakat dapat dibangun melalui pendidikan, untuk memberi ketenteraman kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bersifat material tetapi juga sosial.
Oleh karena itu membangun Anak Indonesia Sebagai Harapan Masa Depan harus dimulai dari sekarang. Masalah Ekploitasi (anak yang harus bekerja) anak sebagai salah satu hal yang dapat menghambat pembentukan kepribadian dan Masa Depan Anak Indonesia harus dicarikan jalan keluarnya. Pembangunan di bidang Pendidikan harus menjadi porsi yang lebih besar. Pemerintah harus membuat tenang orangtua dalam menyekolahkan anaknya tidak lagi dipusingkan dengan beratnya biaya pendidikan. Dengan demikian tidak ada lagi kasus ekploitasi anak ( anak bekerja) yang dilakukan orangtua dan anak bisa benar-benar mendapatkan haknya atas pendidikan. Masyarakat juga harus sadar diri bahwa ditangannya ada tanggung jawab moral dalam pembentukan kepribadian bangsa, bahwa sebagian besar anak-anak indonesia tidak dapat merasakan pendidikan, maka hak mereka atas pendidikan juga harus diperhatikan.
Pemerintah, orangtua dan masyarakat adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian Anak Indonesia Sebagai Harapan Masa Depan. Bukankah kita dapat meramalakan masa depan negara ini, apabila kita mengetahui dan membiarkan bibit bibit generasi bangsa, tumbuh tanpa arahan, tumbuh tanpa pendidikan, dan tumbuh tanpa bersekolah. Bila semua tidak Sadar diri harapan akan terbentuknya sebuah generasi yang tangguh dan membanggakan tidak akan terwujud. Maka mulai dari sekarang mari kita semua sadar diri.


2. Saran
 Untuk Pemerintah :
Hanya dengan generasi penerus yang terdidik dan cerdas serta bermoral, maka hari depan bangsa bisa dibayangkan titik terangnya. Namun pendidikan di Indonesia semakin lama semakin mahal. Program pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah pun masih dianggap belum efektif dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis yang sudah berjalan harus lebih diperhatikan lagi. Pada kenyataannya sekolah gratis yang benar-benar gratis belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Memang untuk masuk bangku SD dan SMP sekarang tidak ada lagi kewajiban untuk membayar SPP, tapi setelah masuk orang tua tetap dibebani dengan kewajiban untuk pengadaan buku paket pelajaran. Dan pahitnya lagi buku yang sudah di beli dan di gunakan oleh si anak tidak bisa dipakai lagi (diwariskan) oleh adiknya nanti karena tiap tahun kurikulum (apapun namanya) selalu berganti, termasuk adanya perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain dalam hal Penerbit buku pelajaran. Dalam hal ini selain menggratis-kan masuk sekolah pemerintah juga seharusnya menyediakan buku pelajaran gratis yang baku dan seragam serta mewajibkan semua sekolah untuk menggunakannya. Pengadaan buku penunjang lain selain buku paket pokok harus bersifat opsional.
 Untuk orang tua :
Orang tua, seharus memberikan kesempatan yang sama dan tidak membeda-bedakan antara hak anak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses pendidikan. Karena krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadikan orangtua mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan untuk bersekolah. Akibatnya, memperbanyak anak perempuan tidak bersekolah, buta huruf atau drop out di pendidikan dasar. Selanjutnya mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh tani dan kebun, buruh serabutan dan ada yang terlibat prostitusi.
Sebisa mungkin jangan biarkan anak bekerja karena awalnya pekerja anak tersebut hanya untuk membantu perekonomian orangtua, tetapi lama kelamaan banyak anak yang terjebak sebagai pekerja permanen. Mereka akhirnya menikmati hasil pendapatan dan berakibat anak lebih sering bolos sekolah dan kemudian drop out .
 Untuk Guru dan Sekolah
Untuk para pengambil keputusan bidang pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan para guru untuk menekankan pentingnya pembelajaran yang menarik, menyenangkan, inspiratif. Agar anak-anak senang belajar dan dapat menarik anak yang bekerja agar kembali ke sekolah.
Yang paling penting adalah agar PGRI provinsi memberikan beasiswa serta juga meminta pihak sekolah agar membebaskan anak dari segala pungutan. Ini membuka kesempatan anak anak yang orangtuanya tidak mampu membiayai sekolah dapat kembali mengenyam bangku sekolahan.
 Masyarakat
Seharusnya masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim jangan hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada lembaga pendidikan. Namun, keluarga-keluarga Muslim juga harus memberikan kontribusinya, yaitu dengan memberi bekal pendidikan dari rumah, baik pengetahuan umum maupun agama. Keluarga Muslim menjadi benteng bagi anak-anaknya.Apalagi, sekarang ini semakin besar tantangan yang harus dihadapi keluarga Muslim. Ini harus menjadi perhatian umat Islam. Selain pendidikan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterlibatan institusi atau ormas Islam dalam melakukan pembinaan terhadap umat.
Masyarakat juga bertanggung jawab untuk membentuk moral anak anak indonesia. Jadi, anak anak nantinya akan berperilaku baik dan berakhlak mulia tak hanya saat berada di rumah atau masjid, tapi juga dalam kehidupan social.

Kamis, 05 Mei 2011

Filosofi hidup ( Vilia Jeny W)

Bagaimana Jeny memandang hidup?

Aku tak pernah bisa merubah masalalu... tapi aku bisa memperbaiki masa depan!! dan akan aku lakukan mulai detik ini....

Aku idealis...,

tapi yg pasti meski Idealis sumber referensi berfikir aku adalah Alquran dan Al hadist so mudah mudahan g melenceng....
Aku... g suka mengorbankan sesuatu yg aku yakini hanya demi seonggok (yg kta...nya) emas... heheh

Dalam hidup ini, aku tak pernah terlalu lama menoleh kebelakang. Rasa ingin tahu tentang masa depan membuat aku harus berfikir maju untuk mencari pintu yang menuju kearah Nya.... Sampai pada waktunya.... aku akan menemukan kunci yang tepat!

Ada satu hikmah dibalik doa seorang hamba yang belum terkabul, hal ini bisa jadi karena Allah Menunda doa hambaNya itu, atau Allah mengganti doa hambaNya dengan yang lebih baik karena Allah tahu yang terbaik untuk hambaNya. Tapi ada satu lagi yang tidak kita sadari alasan kenapa doa kita belum dikabulkan Allah, karena mungkin doa kita berkaitan dengan takdir milik orang lain..

Suatu ketika,di dalam angkot aku mendengar seorang ayah bicara pada anaknya tentang masa depan, dia begitu semangat membicarakan bagaimana mempersiapkan masa depan. Aku tersenyum dalam hati " Bagaimana mungkin kita bisa sampai dimasa depan tanpa kita melewati hari ini.." sempat menarik napas sedikit.
"Seharusnya kita selalu mempersiapk...an hari ini dengan sebaik baiknya, karena sesungguhnya masa depan adalah hari ini....

Seandainya aku bisa melompati takdir untuk sampai pada tujuan hidupku, maka akan aku lakukan itu, tapi sayangnya aku tak mampu! sehingga aku harus berjalan setapak demi setapak untuk tiba dihari itu, sungguh! ini teramat melelahkan.. tapi aku yakin aku bisa.......

Ternyata kalau ada orang yang menyakiti hati kita itu, mungkin karena kita juga pernah menyakiti hati orang lain! Hanya saja terkadang kita g menyadarinya saja. Makanya mulai sekarang kalau ada yang menyakiti hati kita, jangan langsung marah, tapi intropeksi diri dulu, mungkin kita juga pernah melakukan itu..

Setiap manusia memerlukan prinsip dalam hidup, hal ini ( IDEALISME ) bisa dijadikan sebuah tameng dari perbudakan orang orang yang mengaku memiliki kedudukan. Sebab tak selamanya mereka yang memiliki gelar dan jabatan bisa luput dari kesalahan........., harus diingat prinsip perlu diiringi oleh idealisme..... Asal jangan menTuhankan Idealisme diatas sebuah ke Egoisan manusia.............


Membangun image yang baik terkadang dibutuhkan dalam bersosialisasi. Tetapi yang terpenting adalah Image tersebut dibangun karena kita memang INGIN berbuat baik, bukan karena INGIN DIANGGAP baik! karena itu adah dua hal yang berbeda.....

Tidak ada kebebabasan yang benar benar bebas! karena kebebasan sejati pada hakikatnya adalah kebebasan yang dibatasi oleh norma agama dan nilai nilai Islami. dan atas nama hak asasi manusia maka sudah sepatutnya kebebasan dibelenggu oleh hal hal yang bersifat agamis! Universal..

mencari sebuah kebenaran! bukan dari pembenaran banyak orang! kebenaran akan selalu ada sebab ia tak pernh hilang! ia hanya bersembunyi untuk sementara, hingga saatnya tiba...


Bagaimana Jeny Memandang seseorang?


ada sebuah pertanyaan mengapa seseorang yang telah menjadi 'Seseorang' terkadang suka bersembunyi dibalik status demi sebuah image yang dibangun diatas kepurapuraan? sementara seseorang yang 'Bukan Siapa siapa?' dapat enjoy menikmati hidup dan menjadi diri sendiri? pertanyaan kedua? apakah image hars sinkron dengan status seseorang???

Ketika seseorang terlalu tinggi memberikan standar untuk dirinya, sementara dia tidak melihat seberapa besar potensi yang dimiliki, maka jangan kecewa bila tidak mampu mencapai titik kesempurnaan... Terlebih untuk orang2 yang mengharapkan kesempurnaan dalam hidup dan memandang orang lain dengan sebelah mata...


Meskipun terkadang seseorang merasa bahwa dirinya memiliki selfconcept yg baik. Hal ini tidak bisa dijadikan alasan kalau orang lain tidak berhak memberi saran, kritik, bahkan mencaci sekalipun. Semua ini karna tak ad mansia yg lupt dr hukum aksi dan reaksi...

Hanya seorang yang pemarah yang bisa betul-betul bersabar. Seseorang yang tidak bisa merasa marah tidak bisa disebut penyabar, karena dia hanya tidak bisa marah. Dan bila kita mengatakan bahwa untuk bersabar itu sulit, itu sangat tepat, karena kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas.

Selasa, 03 Mei 2011

Pandangan Psikologi tentang Cara belajar anak

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usia dini (0-8 thn) merupakan usia yang sangat menentukan, dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan intelegensi permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang sangat tinggi.
Informasi tentang potensi yang dimiliki anak usia itu, sudah banyak diketengahkan di media massa dan media elektronik lainnya. Bahkan sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk membuktikan, pada usia itu memiliki kemampuan intelegensi yang sangat tinggi.
Tetapi kenyataannya, sebagian besar orang tua dan guru tidak memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak-anak pada usia itu. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua dan guru, menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang. Selain itu, ada juga guru dan orang tua dari anak usia dini yang tidak tahu bagaimana caranya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak.
Sebenarnya pengembangan potensi yang dimiliki oleh anak usia dini bisa dilakukan dengan berbagai macam cara dan metode. Cara dan metode tersebut harus bertitik tolak dari sifat dan karakteristik dari anak yang bersifat unik. Selain itu juga harus memperhatikan perkembangan anak yang meliputi: perkembangan fisik dan motorik, perkembangan kognitif, perkembangan sosial emosional, dan perkembangan bahasa. Bidang-bidang tersebut di atas harus dikembangkan secara menyeluruh (holistik) dan tidak menekankan pada salah satu bidang pengembangan saja. Walaupun nantinya anak akan mengalami perkembangan yang berbeda dari setiap aspek perkembangannya.
Pengembangan potensi yang dimiliki anak termasuk di dalamnya pengembangan kognitif (pengembangn pembelajaran bidang sains) memiliki peranan yang sangat penting dalam membantu meletakkan dasar kemampuan dan pembentukan sumber daya manusia yang diharapkan. Kesadaran akan pentingnya pembekalan sains pada anak akan semakin tinggi apabila menyadari bahwa manusia hidup di dunia yang dinamis, berkembang dan berubah secara terus menerus bahkan makin menuju masa depan, semakin komplek ruang lingkupnya, dan tentunya akan semakin memerlukan sains. Hakekat sains perlu dikaji, diteliti dan ditekuni. Anak-anak sebagai generasi yang dipersiapkan untuk masa depan yang diduga akan semakin rumit, berat, dan banya problemanya perlu dibekali dengan penguasaan sains yang memadai, tepat, bermakna, dan fungsional. Dengan prediksi masa depan yang demikian, pembekalan sains bagi mereka menjadi mutlak, sehingga sains pada diri mereka muncul sebagai suatu cara untuk mencari kebenaran dalam kehidupan kelak.
B. Rumusan Masalah
Berhasil tidaknya proses dan hasil suatu bidang pengembangan (terutama sains) bagi anak usia dini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antara faktor yang fundamental yang turut berpengaruh adalah para pengajar dan pendidik sains. Agar pembekalan sains pada anak berjalan secara optimal, hendaknya orang-orang yang terlibat dalam pendidikan sains betul-betul memahami hakekat sains secara benar, memahami hakekat anak secara benar, dan tentu saja model dan media pembelajaran yang benar pula.
Maka rumusan masalah yang akan kami bahas adalah :
1. Bagaimana Pandangan Psikologis mengenai Cara belajar anak?
2. Bagaimana hubungan antara Anak, Belajar dan Sains?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar bisa membantu para pendidik dan orangtua memahami berbagai macam cara belajar anak dan juga membantu guru untuk mengembangkan program sains yang sesuai dengan bagaimana cara anak dalam mempelajari sains.





BAB II
PANDANGAN PSIKOLOGIS TENTANG CARA BELAJAR ANAK

A. Pandangan Kaum kognitifitas tentang belajar anak
Kaum kognitifitas memandang bahwa cara belajar anak lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. kelompok ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan makna belajar. kelompok ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. (Asri, 2005 : 34). Belajar adalah aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar di sini antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima (faktor eksternal) dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang sudah terbentuk di dalam pikiran seseorang (background knowledge) berdasarkan menekankan pada struktur internal pembelajar dan lebih memberi perhatian pada bagaimana seseorang menerima, menyimpan, dan mengingat kembali informasi dari perbendaharaan ingatan. Ada beberapa kelompok penganut kognitifitas, namun fokus dari penganut teori ini sama yaitu pada soal bekerjanya pikiran manusia (Mukminan, 1998:53).
Banyak ahli telah memberikan pandangan menganai cara belajar anak kognitif. Berikut ini beberapa pandangan tentang cara belajar anak menurut para tokoh aliran kognitif:
1. Jerome Bruner
Bruner menganggap manusia sebagai pengolah informasi, pemikir dan pencipta. Dari hasil penelitiannya manusia bukanlah seperti mesin yaitu mengasosiasikan respon khusus dengan stimulus khusus. Individu cenderung melakukan peran untuk mentranformasikan belajarnya kepada berbagai persoalan. Baginya Individu bukan hanya aktif tetapi juga fungsional.
Dua hal yang penting terkait dengan sains yaitu :
a) Sains atau pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses aktif
b) Manusia aktif membangun pengetahuannya melalui hubungan informasi yang yang diperoleh kedalam frame psikologisnya.
Secara lebih luas lagi ini berarti pengembangan program sains untuk anak usia dini haruslah dikemas dengan pilihan pilihan kegiatan yang dapat mengaktifkan anak dalam menggalinya.
Bruner juga berpendapat bahwa terdapat lima tujuan pendidikan yang dapat dijadikan sebagai tolak ukur arah pengembangan program sains yang dapat dibuat oleh para guru. Yaitu
1. Membawa siswa untuk menemukan nilai dan kemampuanya dalam menduga permasalahan, pendekatan terhadap masalah dan merealisasikan aktivitas pemecahannya.
2. Mengembangkan kepercayaan diri akan kemampuan memecahkan masalahnya dengan menggunakan pikirannya sendiri.
3. Membantu siwa agar memiliki dorongan dalam diri untuk menggunakan kemampuannya dalam menghadapi berbagai mata pelajaran.
4. Mengembnagkan cara berfikir ekonomis melalui pengembangan belajar yang mendorong mencari relevansi dan stuktur dari apa yang di pelajari.
5. Mengembangkan kejujuran intelektual yakni kesadaran menggunakan peralatan dan bahan bahan dari pengetahuan untuk menilai dan menguji suatu pemecahan masalah.
Jadi, menurut Bruner tujuan pendidikan sains hendaklah melatih siswa dalam menggunakan pikirannya, kekuatannya serta kejujurannya serta teknik teknik yang dimilikinya dengan percaya diri. Karena itulah guru harus bisa mengembangkan program sains yang dapat mengeksplorasi dan berinteraksi sains dan rekannya secara optimal. Prinsipnya pembelajaran sains, yaitu cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya.
Hal ini berarti, belajar sains tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara sains dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar sains memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya.
Bruner yakin anak belajar berdasarkan perkembangannya sehingga anak dapat di intervensi dengan program yang sesuai dengan perkembangannya.
2. Piaget
Menurut pandangan Piaget anak anak berkembang secara kognitif melalui keterlibatan aktif dengan lingkungannya, dan setiap tahapan perkembangan salin terjalin dan terintergrasi satu sama lain.
Tahap perkembangan Kognitif yaitu :
a. Tahap Sensori (0 – 2 tahun)
1) Refleks ketika baru lahir, seperti refleks menghisap, menggenggam.
2) Gerakan gerakan sederhana yang merupakan kebiasaan sudah dapat dilakukan oleh anak, tetapi hanya terbatas pada adanya reaksi dari lingkungan dalam situasi tertentu.
3) Gerakan gerakan yang berulang yang dilakukan anak bertujuan untuk mendapatkan efek yang menyenangkan bagi anak dari dunia sekitarnya.
4) Rangkaian aksi yang dilakukan memiliki tujuan, tetapi dilakukan atas dasar adanya suatu aksi yang mendahului.
5) Penjelajahan barang-barang atau objek atas dasar tingkah laku yang mereka lakukan dengan cara mereka sendiri.
6) Adanya gambaran internal terhadap objek objek yang menghilang dan kejadian dimasa lalu.

b. Tahap Pra Operasional ( 2-7 tahun)
1) Egosentris, anak yang berada pada tahap ini menganggap bahwa anak anak lain uga dapat merasakan, berpikir dan merasa sama seperti diri mereka sendiri.
2) Animistis, anak yang berada pada tahap ini mengganggap bahwa benda –benda yang mati memiliki kehidupan.
3) Persepsi lompatan pemikiran, anak yang berada dalam tahap ini selalu membuat penilaian dengan terburu buru, berdasarkan penampilan dari objek tersebut.
4) Pemusatan pemikiran pada satu aspek, anak yng berada pada tahapan ini cenderung hanya memperhatikan pusat dari suatu aspek dalam suatu situasi dan mengabaikan hal – hal lain yang lebih penting.
5) Alasan Transduktif, anak yang berada pada tahap ini kurang dapat memperhatikan keterangan yang didasarkan fakta fakta.
6) Tidak dapat mengklasifikasikan secara hierarkis, anak pada tahap ini memiliki kesulita dalam mengelompokan benda benda berdasarkan kelas kelas dan sub sub kelasnya.

c. Konkret Operasional (7-12 tahun)
1) Penyimpanan, anak yang berada dalam tahap ini, menyadari bahwa beberapa karakteristik fisik tertentu dari suatu benda ternyata adalah sama bahkan ketika penampilan luarnya berbeda.
2) Mulai berfikir dengan banyak aspek, anakn yang berada dalam tahap ini dapat mengkoordinasikan penampilan luar yang penting dari suatu objek, bahkan lebih baik daripada memusatkan perhatian hanya pada persepsi dominan saja.
3) Pembalikan, anak yang berada dalam tahap ini dapat berpikir dengan cara yang berurutan tentang suatu masalah, lalu mundur kembali kebagian awal.
4) Pengklasifikasian secara hierarkis, anak yang berada pada tahap ini dapat menggabungkan dan memisahkan benda benda secara fleksibel menurut hierarki pembagian berdasarkan kelas-kelas dan sub-sub kelas.
5) Pengaturan, anak yang berada pada tahap ini dipimpin oleh rencana yang menyeluruh ketika mereka mengatur benda benda dalam suatu urutan.
6) Operasi mengenai ruang, anak yang berada pada tahap ini mulai dapat menghemat jarak,sudah memahami hubungan antara jarak, waktu dan kecepatan dan menciptakan peta berpikir dari lingkungan yang sudah dikenalnya.
7) Horizontal decalage, konsep-konsep logika diajarkan terus menerus dengan latihan didalam lingkuangan kehidupan anak.

d. Formal Operasional (12 tahun keatas)
1) Hipotesis-alasan deduktif, mulai dapat menduga duga dan memikirkan tentang semua factor yang memungkinkan.
2) Sebab-akibat,dapat berpikir sebab akibat.
3) Dalil pemikiran, dapat mengecaluasi pernyataan pernyataan logis dengan mengemukakan pertanyaan mereka sendiri.

Kegiatan murid dalam membentuk pengetahuannya sendiri menjadi hal yang sangat penting dalam sistem Piaget ini. Proses belajar harus dapat membantu dan memungkinkan murid mengkonstruksi pengetahuannya. Oleh sebab itu kegiatan belajar harus memungkinkan murid mengalami berbagai pengalaman itu dan bertindak terhadap pengalaman-pengalaman tersebut.Berdasarkan tahapan tahapan itu maka menurut piaget anak dalam melakukan pembelajaran sains harulah melalui praktek langsung sehingga lebih dapat dipahami dan oleh anak secara bermakna. Pembelajaran sains selain harus lebih bermakna juga harus memberi peluang kepada siswa untuk melakukan percobaan sendiri dari pada harus mendengarkan lebih banyak dari hasil ceramah dari guru. Guru harus mampu menghadirkan materi pelajaran yang membawa murid kepada suatu kesadaran untuk mencari pengetahuan baru .

3. Robert Gagne
Robert Gagne mengembangkan suatu pendekatan tingkah laku . Gagne mengusulkan bahwa perlu melakukan analisis yang seksama mengenai setiap situasi latihan dan pendidikan untuk menentukan tugas tugas macam apa yang harus dilibatkan, baik dalam tujuan akhir maupun dalam tujuan tambahan. Menurutnya pengetahuan psikologi dapat digunakan dalam para pealtih dan pendidik dalam berbagai tipe belajar, asalkan anak diatur dalam klasifikasi atau taksonomi analisis tugas, perpindahan tugas, pencapaian tugas dan pengaturannya, karena psikologis memiliki tujuan menyelidiki kondisi dimana belajar itu akan terjadi dan dapat melukiskan syarat syarat secara objektif. Aspek penting dari seorang anak menurutnya adalah perasaannya, pusat susunan syaraf dan urat uratnya. Kelenjar , motif, tujuan dan maksud dan harapan dari anak dan pengertiannya sehubungan dengan hal hal tersebut mempunyai nilai yang bermakna untuk selanjutnya.
Oleh karena itu program sains yang yang akan diberikan pada anak usia dini hendaklah telah melalui suatu proses analisis tugas dan kemampuan anak, atas pertimbangan berbagai macam variasi kegiatan yang dimintai dan dapat merangsang anak, serta sesuai dengan aspek anak sebagai invidu yang unik. Jadi segala sesuatu yang akan diperkenalkan pada anak termasuk bidang sains harus memawal pertimbangkan potensi anak, tetapi aspek lingkungan juga harus dipertimbangkan sehingga terjadi keseimbangan dalam mempertimbangkan kondisi anak sebelum memasuki proses belajar. Selanjutnya, bahan kajian sains yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah :
1. Percobaan-percobaan dengan menggunakan magnet(permainan memancing, bermain magnet di bak pasir);
2. Percobaan-percobaan sains yang berkaitan dengan warna
3. Percobaan-percobaan tentang berat benda dalam air, baik itu air tawar atau air yang mengandung garam.
4. Percobaan-percobaan lainya, seperti mengenal benda kasar dan halus yang ada disekitar kita.


4. Ausubel
Menurut Ausubel ada empat bentuk dalam belajar yaitu :
1. Belajar menghafal (rote learning) VS Belajar bermakna (meaningful learning)
2. Belajar menerima VS belajar Diskaveri ( Inquiri )
Belajar bermakna adalah suatu proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur penertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar .Belajar bermakma terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena baru dengan konsep yang telah ada sebelumnya.. Dalam belajar bermakna sesuatu dipelajari dari makna, makna dapat terjadi karena :
1) ada hubungan antara sesuatu fakta atau pengetahuan dengan fakta atau pengetahuan lainnya.
2) Ada hubungan antara sesuatu pengetahuan dengan penggunaannya.
Bila konsep yang cocok dengan fenomena baru itu belum ada maka informasi baru tersebut harus dipelajari secara menghafal Belajar menghafal ini perlu bila seseoarang memperoleh informasi baru dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang ia ketahui sebelumnya.
Belajar menerima adalah suatu bentuk kegiatan belajar, dengan peranan siswa lebih pasif, mereka lebih banyak menerima apa yang disampaikan oleh guru. Pengertian menerima atau pasif lebih banyak menyangkut proses mental terutama berfikir. Bentuk belajar menerima biasanya mendengarkanpenjelasan atau ceramah.
Belajar Diskaveri juga disebut belajar inquirí, karena belajar dan ini bersifat aktif karena ada sejumlah proses mental yang dilakukan siswa, belajar diskaveri lebih banyak menuntut aktivitas berfikir dan bahkan tidak jarang menuntut sejumlah aktivitas fisik. Adapun bentuk belajar diskavery adalah melakukan tanya jawab, melakukan diskusi, observasi, percobaan , wawancara nara sumber.
Percobaan sains merupakan bentuk dari belajar diskaveri karena selain berisi kegiatan bermain belajar, kegiatan percobaan sains ini juga dapat mengembangkan berbagai kreativitas yang dimiliki oleh anak didik, dengan kegiatan ini anak mencoba menemukan sesuatu yang baru belum pernah diketahui sebelumnya melalui eksperimen-eksperimen yang sederhana dimana anak melakukan tanya jawab, melakukan diskusi, observasi, percobaan , wawancara nara sumber

B. Pandangan Kaum Behavioral tentang belajar anak
Kaum Behavioral biasa juga disebut “S-R Psychologis”. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya.
Guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah laku murid merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan segenap tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. Kita dapat menganalisis kejadian tingkah laku dengan jalan mempelajari latar belakang penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku tersebut.
Prinsip-prinsip pandangan cara belajar anak kaum behaviorisme adalah :
1. Obyek psikologi adalah tingkah laku
2. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek
3. Mementingkan pembentukan kebiasaan
Berikut ini beberapa pandangan tentang cara belajar anak menurut para tokoh aliran Behavioralisme:
1. Edward Edward Lee Thorndike (1874-(1874-1949)
Menurut Thorndike belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi anatara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Teori belajar ini disebut teori “connectionism”. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup yang apabila pintunya dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori Trial dan Error. Ciri-ciri belajar dengan Trial dan Error Yaitu : adanya aktivitas, ada berbagai respon terhadap berbagai situasi, adal eliminasai terhadap berbagai respon yang salah, ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Thorndike menemukan hukum-hukum, yaitu :

a. Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus maka pelaksanaan tingkah laku akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosaiasi cenderung diperkuat.
b. Hukum latihan
Semakin sering suatu tingkah laku dilatih atau digunakan maka asosiasi tersebut semakin kuat.
c. Hukum akibat
Hubungan stimulus dan respon cenderung diperkuat bila akibat menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibanya tidak memuaskan.
2. BF Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya.
Menurut Skinner (J.W. Santrock, 272) unsur yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement ) dan hukuman (punishment).Penguatan dan Hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah konsekuensi yang meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Sebaliknya, hukuman (punishment) adalah konsekuensi yang menurunkan probabilitas terjadinya suatu perilaku.
Menurut Skinner penguatan berarti memperkuat, penguatan dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Penguatan positif adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung (rewarding). Bentuk-bentuk penguatan positif adalah berupa hadiah (permen, kado, makanan, dll), perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui, bertepuk tangan, mengacungkan jempol), atau penghargaan (nilai A, Juara 1 dsb).
b. Penguatan negatif, adalah penguatan berdasarkan prinsif bahwa frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan). Bentuk-bentuk penguatan negatif antara lain: menunda/tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang (menggeleng, kening berkerut, muka kecewa dll).
Satu cara untuk mengingat perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif adalah dalam penguatan positif ada sesuatu yang ditambahkan atau diperoleh. Dalam penguatan negatif, ada sesuatu yang dikurangi atau di hilangkan. Adalah mudah mengacaukan penguatan negatif dengan hukuman. Agar istilah ini tidak rancu, ingat bahwa penguatan negatif meningkatkan probabilitas terjadinya suatu prilaku, sedangkan hukuman menurunkan probabilitas terjadinya perilaku.
Ada Beberapa prinsip belajar yang dapat digunakan berdasarkan aliran ini yaitu :
1. Perlu adanya tujuan yang jelas tingkah laku apa yang yang diharapkan dicapai oleh anak.
2. Memberikan tekanan pada kemajuan individu sesuai dengan kesanggupannya.
3. Pentingnya penilaian yang kontinyu untuk menetapkan tingkat kemajuan yang dicapainya.
4. Prosedur pengajaran perlu dilakukan melalui modifikasi atas dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapainya.
5. Hendaknya menggunakan positiv reinforcment
6. Menggunakan Prinsip belajar Tuntas
7. Program remedial untuk siswa yang membutuhkannya
8. Peranan guru sebagai arsitek dan pembentuk tingkah laku.

B. Anak, Belajar dan Sains
 Karakteristik Anak Usia Dini menurut Richard D. Kellough (1996) adalah :
1. Egosentris
Ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri.
2. Memiliki Curriosity yang tinggi
Anak mengira dunia ini penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Bagi anak, apapun yang dijumpai adalah istimewa dalam persepsinya.
3. Makhluk sosial
Anak membangun konsep diri melalui interaksi sosial di sekolah. Karena sekolah adalah tempat terlama anak berada. Di sana ia akan membangun kepuasan melalui penghargaan diri.
4. The Unique Person
Setiap anak berbeda. Mereka memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan yang sangat berbeda satu sama lainnya. Sehingga penanganan pada setiap anak berbeda pula caranya.
5. Kaya dengan fantasi
Mereka senang dengan hal-hal yang bersifat imajinatif, sehingga pada umumnya mereka kaya dengan fantasi. Anak dapat bercerita melebihi pengalaman aktualnya atau kadang bertanya tentang hal-hal gaib sekalipun. Hal ini disebabkan imajinasi anak berkembang melebihi apa yang dilihatnya.
6. Daya konsentrasi yang pendek
Menurut Berg (1988) disebutkan bahwa sepuluh menit adalah waktu yang wajar bagi anak usia sekitar 5 tahun untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya perhatian yang pendek membuat ia masih sangat sulit untuk duduk dan memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama, kecuali terhadap hal-hal yang menyenangkan.
7. Masa usia dini merupakan masa belajar yang paling potensial
Masa anak usia dini disebut sebagai masa ‘golden age’ atau magic years (Petterson). Pada periode ini hamper seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, pada masa ini anak sangat membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya.

Hakikat pembelajaran Sains (Puskur, 2003) adalah pembelajaran yang mampu merangsang kemampuan berfikir siswa meliputi empat unsur utama (1) sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended; (2) proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah;
Berdasarkan hakikat pembelajaran sains diatas, sesungguhnya fungsi dari pembelajaran sains yang dapat meumbuhkan berfikir logis, berfikir rasional , analitis dan kritis dapat berkontribusi secara signifikan dalam pembentukan potensi anak usia dini, sesuai dengan karakteristik anak usia dini diatas.
Ada beberapa cara anak belajar sains dapat dilatihkan pada anak usia dini yang sesuai dengan pandangan kaum kognitif yaitu Pertama, mengamati. Caranya, ajak anak-anak mengamati fenomena alam yang terjadi di sekeliling kita. Dimulai dari yang paling sederhana. Misalnya, mengapa es bisa mencair? Mengapa ada siang dan malam, dan sebagainya.
Kedua, mengelompokkan. Dalam hal ini, anak diminta untuk menggolongkan benda sesuai kategori masing-masing. Misalnya kelompok bunga-bungaan, kelompok biji-jian, kelompok warna yang sama, dan lain sebagainya.
Ketiga, memprediksi. Misalnya, berapa lama es akan mencair, berapa lama lilin akan meleleh, berapa lama air yang panas akan menjadi dingin, dan seterusnya. Keempat, menghitung. Kita mendorong anak untuk menghitung benda-benda yang ada di sekeliling, kemudian mengenalkan bentuk-bentuk benda kepadanya.
Pembelajaran sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah :
1. mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/ penelitian,
2. mampu mengkomunikasikan pengetahuannya,
3. mampu mengembangkan keterampilan berpikir,
4. mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.
Dibawah ini adalah sebab mengapa anak anak dapat dan penting dalam penguasaan pengembangan sains serta kaitannya dengan peluang peluang dalam proses pembelajaran dan penerapannya pada anak anak :

1. Anak memiliki bakat dan potensi yang menakjubkan.
Diantara bakat dan potensi yang paling mendasar terkait dengan sains adalah setiap anak sejak kelahirannya dipenuhi rasa ingin tahu yang tinggi untuk mengenal dunianya. Mereka senang menjelajah, memiliki keinginan untuk bergerak, tertarik pada suatu hal yang baru. Itu merupakan landasan pengembangan sains yang berharga.
2. Anak adalah makhluk individu.
Anak merupakan individu yang karakteristik dan kesiapan untuk dikembangkan pada fokus tertentu dan menarik baginya, kadang anak memiliki cara tersendiri, dan berbeda dengan yang lainya untuk mencoba sesuatu.
3. Anak adalah Pelajar.
Cara cara memfasilitasi anak yang tepat, dapat membangun pengalaman belajarnya yang bermakna bagi setiap anak, sehingga sumber belajar utama dalam pembelajaran sains adalah pengalaman pengalaman belajar langsung.
4. Anak adalah Pelaku dan perencana
Maksudnya anak sebagai pealku dan perencana adalah pembelajaran dianggap tepat apabila anak juga dilibatkan dalam kegiatan pengembangan perencanaan sains. Pelibatan lebih dimaksudkan sebagai membawa anak untuk mengenal rangkaian pemahaman sains yang sedang dipelajarinya secara utuh, dari proses awal hingga akhir.
5. Anak adalah peka dan Pengindra
Sains juga melatih anak menggunakan lima inderanya untuk mengenal berbagai gejala benda dan gejala peristiwa. Anak dilatih untuk melihat, meraba, membau, merasakan dan mendengar. Semakin banyak keterlibatan indera dalam belajar, anak semakin memahami apa yang dipelajari. Anak memperoleh pengetahuan baru hasil penginderaanya dengan berbagai benda yang ada disekitarnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan berguna sebagai modal berpikir lanjut. Melalui proses sains, anak dapat melakukan percobaan sederhana. Percobaan tersebut melatih anak menghubungkan sebab dan akibat dari suatu perlakuan sehingga melatih anak berpikir logis.
6. Anak adalah Pemikir.
Setiap peralatan diotak anak dilengkapi kemampuan berfikir dan dalam otak setiap anak terdapat model awal scientifik yakni kemampuan dan kepekaan cara cara mengorganisasikan pengetahuan yang ia ketahui tentang dunianya. Model awal saintifik tersebut merupakan jalan awal untuk mengindentifikasikan perbedaan, menemukan jawaban jawaban menemukan jawaban atas permasalahan.













BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kaum kognitifitas memandang bahwa cara belajar anak lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajarnya. kelompok ini juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen kecil dan mempelajarinya secara terpisah akan menghilangkan makna belajar. kelompok ini juga berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain.
2. Kaum behavioris menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi stimulus untuk merangsang pebelajar dalam berperilaku. Pendidik yang masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian, bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana sampai yang komplek (Paul, 1997).
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
3. Anak, Belajar dan Sains
anak prasekolah keterampilan proses sains hendaknya dilakukan secara sederhana sambil bermain. Kegiatan sains memungkinkan anak melakukan eksplorasi terhadap berbagai benda, baik benda hidup maupun benda tak hidup yang ada disekitarnya. Anak belajar menemukan gejala benda dan gejala peristiwa dari benda-benda tersebut.
Anak usia dini masih sulit menghubungkan sebab akibat yang tidak terlihat secara langsung karena pikiran mereka yang bersifat transduktif. Anak tidak dapat menghubungkan sebab-akibat yang tidak terlihat secara langsung. Jika anak melihat peristiwa secara langsung, membuat anak mampu mengetahui hubungan sebab akibat yang terjadi. Sains kaya akan kegiatan yang melatih anak menghubungkan sebab akibat.
B. Saran
1. Pembelajaran sains untuk anak harus menggunakan metode yang menyenangkan dan merangsang rasa ingin tahu anak .
2. Kegiatan bermain belajar adalah metode kegiatan percobaan sains yang dapat mengembangkan berbagai kreativitas yang dimiliki oleh anak didik, dengan kegiatan ini anak mencoba menemukan sesuatu yang baru belum pernah diketahui sebelumnya melalui eksperimen-eksperimen yang sederhana.
3. Harus ada keragaman media memfasilitasi beragamnya cara belajar anak dalam pembelajaran sains
4. Mengenalkan sains dan matematika pada anak bukan berarti mengenalkan rumus-rumus. Suasana harus fun, sehingga anak dalam kondisi ceria akan bertanya mengapa bisa demikian? Apakah kejadian selanjutnya? Dan sebagainya.
5. Perlu diingat, mengenalkan sains pada anak harus sesuai dengan tahapan umur dan perkembangannya. Sebagian besar waktu dari anak usia dini dihabiskan bersama orang tua. Maka yang perlu dilakukan orang tua adalah meluangkan sedikit waktu untuk bermain dengan anak. Dalam situasi bermain itulah kita dapat melakukan eksperimen sains dan mengenalkan matematika.






DAFTAR PUSTAKA

1. Dave Meier , The Accelereted Learning : Kaifa, tahun 2002
2. Bobbi DePorter dan Mike Hernacki .Quantum Learning. Kaifa, tahun 1992
3. Drs. Ali Nugraha, Pengembangan pembelajaran Sains Pada anak usia dini. Dept. Pendk Nasional. Jakarta 2005