Selasa, 17 Mei 2011

permasalahan pendidikan di indonesia

A. Latar Belakang Penulisan

Kita lihat Fenomena Anak Jalanan, Prostitusi atau kasus kriminalitas yang melibatkan anak-anak. Sebagian besar kasus terjadi di masyarakat kalangan bawah dengan tingkat ekonomi pendidikan dan keimanan yang rendah. Jangan salahkan orangtua, mereka terpaksa, mana ada sih di dunia ini orangtua yang tega menjual atau mempekerjakan anaknya. Benar, semua ini karena beban ekonomi yang sedemikian berat, jangankan untuk menyekolahkan anak agar berguna bagi masa depan bangsa untuk memenuhi kebutuhan pangannya saja sangat sulit. Sehingga wajar bila banyak anak-anak usia sekolah yang terpaksa putus sekolah akibat masalah dana. Sebanyak 8 juta siswa SD sampai SLTP di seluruh Indonesia terancam putus sekolah. Jumlah tersebut setara 20% hingga 40% siswa SD-SMP saat ini, yaitu sekitar 40 juta siswa.
Ini kisah nyata tentang nasib anak-anak usia sekolah di Indonesia yang hidupnya kurang mampu/miskin dengan kondisi mereka yang sangat memperihatinkan pada akhirnya mereka terpaksa meninggalkan bangku sekolah.
Masalah ini sangat erat kaitannya dengan penerus generasi bangsa dimasa yang akan datang. Bagaimana tidak? Turunnya kemampuan orangtua untuk membiayai pendidikan anaknya-terutama pada masyarakat lapisan kelas bawah, menurut proyeksi itu, masih menjadi penyebab utama tingginya jumlah anak yang putus sekolah. Gejala ini memberi dampak negatif, yaitu semakin banyaknya anak usia sekolah yang harus bekerja pada berbagai lapangan pekerjaan. Tak bisa dimungkiri, kualitas angkatan kerja yang masih didominasi oleh lulusan SD ke bawah ini menyebabkan profesionalitas sumber daya manusia Indonesia tergolong rendah dan sulit bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Ini adalah Potret buram permasalahan pendidikan di indonesia.
Mudah-mudahan dengan semakin banyak saudara-saudari kita yang peduli terhadap nasib-nasib anak-anak tersebut terutama memberikan bantuan berupa dana pendidikan insya Allah problematika-problematika tersebut akan ditemukan solusinya.

B. Analisa Kajian

1. Perpespektif Pedagogis
Melihat begitu banyak permasalahan pendidikan di indonesia yang salah satunya adalah anak anak yang putus sekolah dan tidak dapat mengenyam pendidikan karena harus bekerja sebagai penjual somay seperti yang dialami asep, sehingga ia mempertegas niatnya untuk melupakan saja bersekolah.
Padahal Pendidikan memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Rousseau (Emile, 1762), tujuan utama pendidikan adalah memberi kemampuan pada manusia untuk hidup di masyarakat. Kemampuan ini berupa pengetahuan dan/atau keterampilan, serta prilaku yang diterima masyarakat.
Dengan semakin banyaknya anak yang putus sekolah dan tidak bisa merasakan pendidikan di Indonesia, ini akan berdampak anak indonesia tidak dapat menjadi manusia yang seutuhnya karena kita mengetahui bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Seorang manusia hanya akan dapat menjadi manusia sesuai dengan tuntutan budaya hanya melalui pendidikan. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu memperkembangkan dimensi keindividualannya, kesosialisasinya, kesosilaanya dan keberagamaanya.
Begitupun menurut tokoh aliran Pragmatisme antara lain John Dewey dan Williams James Dewey dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya pendidikan karena berdasarkan tiga pokok pemikiran, yaitu;
(1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, adalah karena adanya anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat, melainkan juga berfungsi sebagai pembaharu hidup atau renewal of life.
(2) pendidikan sebagai pertumbuhan, kebelum matangan si anak, akan tetapi dalam kebelummatangan itu terdapat potensi tersembunyi yang disebut potensialitas pertumbuhan.
(3)pendidikan sebagai fungsi sosial. karena sebagai individu anak juga sebagai makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya.
Sehingga dengan bersekolah anak anak dari keluarga kalangan bawah memiliki harapan untuk bisa memperbaiki kehidupan keluarganya dimasa yang akan datang. Karena dengan bersekolahlah anak Indonesia mampu mendapatkan pendidikan sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang diharapkan.

2. Perspektif Psikologi
Havinghurst menyusun fase-fase perkembangan sebagai berikut (Mulyani, 1988) :
 Tugas perkembangan masa kanak-kanak
 Tugas perkembangan masa anak
 Tugas perkembangan masa remaja
 Tugas perkembangan masa dewasa awal
 Tugas perkembangan masa setengah baya
 Tugas perkembangan orang tua
Setiap fase perkembangan kehidupan, masa kanak-kanak Masa pemuda dan masa dewasa, semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman pendidikan.
Perkembangan anak merupakan salah satu sasaran utama dalam kegiatan pendidikan atau pembelajaran diberbagai satuan, jenis dan jenjang pendidikan. Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan harus memperhatikan berbagai aspek/dimensi, Tahapan dan karakteristik perkembangan anak yang menjadi subjek didik.
Dengan bersekolah anak indonesia mampu menunaikan tugas perkembangannya yaitu mendapatkan pendidikan yang bisa mengembangkan dan mengoptimalkan potensi potensi yang ada pada dirinya, dan berbagai perkembangan yang terjadi pada anak diperoleh melalui kematangan dan belajar.
Disekolah anak dapat belajar beradaptasi dengan berbagai situasi lingkungan dimana terjadi interaksi anak dengan manusia (orang dewasa, teman dan adik) dan dengan lingkungan alam sekitar. Ini membuat anak menjadi dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan diri untuk memasuki masa depannya. Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu. Bila anak mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil, sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri, dan dengan begitu banyaknya anak yang tidak dapat bersekolah di Indonesia, maka akan berdampak anak tidak memiliki keterampilan yang bisa dijadikan suatu modal dalam memperbaiki masa depannya.

3. Perspektif Yuridis
Bangsa Indonesia telah membuat catatan sejarah baru dalam upaya perlindungan anak dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Dalam undang-undang nomor 23 ditegaskan beberapa poin penting sebagai berikut :
 Pasal 4 mengungkapkan bahwa Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diksriminasi.
 Pasal 9 mengungkapkan dua hal pokok satu diantaranya yaitu :
(1) Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya.
Ini Berarti Anak Indonesia harus bersekolah sesuai dengan UUD No 23 Tahun 2002. Meski pada kenyataannya masih banyak sekali anak anak yang putus sekolah karena masalah ekonomi dan mahalnya biaya pendidikan.
Bagaimana peran pemerintah? Program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis yang sudah berjalan harus lebih diperhatikan lagi. Pada kenyataannya sekolah gratis yang benar-benar gratis belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Memang untuk masuk bangku SD dan SMP sekarang tidak ada lagi kewajiban untuk membayar SPP, tapi setelah masuk orang tua tetap dibebani dengan kewajiban untuk pengadaan buku paket pelajaran. Dan pahitnya lagi buku yang sudah di beli dan di gunakan oleh si anak tidak bisa dipakai lagi (diwariskan) oleh adiknya nanti karena tiap tahun kurikulum (apapun namanya) selalu berganti, termasuk adanya perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain dalam hal Penerbit buku pelajaran. Dalam hal ini selain menggratis-kan masuk sekolah pemerintah juga seharusnya menyediakan buku pelajaran gratis yang baku dan seragam serta mewajibkan semua sekolah untuk menggunakannya. Pengadaan buku penunjang lain selain buku paket pokok harus benar benar hanya sebagai referensi.
Bukankah ini sangat ironis sekali bukan?!
4. Perspektif Agama
“ …..Allah meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang orang yang diberi pengetahuan beberapa derajat……” (Qs. {58} Almujadalah : 11)
Ini berarti Agama Islam menghendaki umatnya memiliki ilmu pengetahuan, agar manusia bisa memahami syariat Allah yaitu beribadah kepada-Nya. Pelaksanaan syariat ini menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga manusia pantas memikul amanat dan menjalankan peran sebagai khalifah-Nya.
“Menjadi Khalifatullah fil ardi” (Albaqoroh : 30)
Pendidikan yang dimaksud di sini adalah pendidikan Islam. Syariat Islam hanya dapat dilaksanakan dengan mendidik diri, generasi, dan masyarakat supaya beriman dan tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya.
Dengan mengenyam bangku sekolah maka anak tidak hanya diajari tentang bagaimana syariat islam, tetapi juga moral dan ahlaq, bagaimana cara berinteraksi dengan manusia lainnya dan ilmu pengetahuan. seperti hadist dibawah ini:
“Berinteraksilah dengan manusia dengan akhlaq yang baik.” [HR. Bukhari].
“ Setiap manusia dilahirkan dalam keadaan Fitrah. Maka keduaorangtuanyalah yang dapat mengarahkannya atau menjadikannya sebagai seorang yahudi, Nasrani atau Majusi “ (HR. Bukhari)
Sehingga ketika anak tidak bersekolah dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak, bagaimana mungkin, anak anak kita bisa menjadi khalifah dibumi? dimana ia diamanahkan menjadi sosok penegak, penerus, pemimpin dalam melaksanakan ajaran Allah SWT.

5. Perspektif Pendidikan karakter bangsa
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena turut menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa emas namun kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Dengan bersekolah maka anak anak Indonesia mempunyai banyak celah pelajaran mengenai karakter bangsanya dan dapat mengaplikasikannya dalam kegiatan sehari hari.
Karena pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu karakter pada dasarnya adalah nilai.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat jadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturisasi dan sosialisasi). Anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh dimensi dasar kemanusiaan.
Dimensi kemanusiaan itu mencakup sekurang-kurangnya tiga hal paling mendasar, yaitu:
(1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketakwaan, akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur serta kepribadian unggul, dan kompetensi estetis;
(2) kognitif yang tercermin pada kapasitas pikir dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembang-kan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; dan
(3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.
Apabila anak anak Indonesia tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak di sekolah karena ketidakmampuan orangtua dalam membiayai anak sekolah, maka bagaimana mungkin pendidikan karakter yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan pendidikan nasional dapat dirasakan dan diaplikasikan dalam kehidupan.
Jangan jangan dengan begitu banyaknya anak yang putus sekolah di Indonesia ini merupakan ancaman lunturnya karakter bangsa Indonesia dimasa yang akan datang.


C. Kesimpulan dan Saran

1. Kesimpulan
Sekolah sebagai lembaga pendidikan berfungsi sebagai lembaga sosial atau dapat dipandang sebagai lembaga ekonomi non profit. Sebagai lembaga sosial, sekolah memberikan pelayanan kebutuhan pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat, sedangkan sebagai lembaga ekonomi, sekolah menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi ekonomi untuk hidup dan berkembang di tengah masyarakat. Hal ini dilihat dari hasil pendidikan yang memiliki dampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat. Dampak ekonomi dapat dilihat dari peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dampak sosial dapat dilihat pada kehidupan bermasyarakat yang tenteram, aman, dan sentosa. Etika moral dan akhlak mulia masyarakat dapat dibangun melalui pendidikan, untuk memberi ketenteraman kepada masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak hanya bersifat material tetapi juga sosial.
Oleh karena itu membangun Anak Indonesia Sebagai Harapan Masa Depan harus dimulai dari sekarang. Masalah Ekploitasi (anak yang harus bekerja) anak sebagai salah satu hal yang dapat menghambat pembentukan kepribadian dan Masa Depan Anak Indonesia harus dicarikan jalan keluarnya. Pembangunan di bidang Pendidikan harus menjadi porsi yang lebih besar. Pemerintah harus membuat tenang orangtua dalam menyekolahkan anaknya tidak lagi dipusingkan dengan beratnya biaya pendidikan. Dengan demikian tidak ada lagi kasus ekploitasi anak ( anak bekerja) yang dilakukan orangtua dan anak bisa benar-benar mendapatkan haknya atas pendidikan. Masyarakat juga harus sadar diri bahwa ditangannya ada tanggung jawab moral dalam pembentukan kepribadian bangsa, bahwa sebagian besar anak-anak indonesia tidak dapat merasakan pendidikan, maka hak mereka atas pendidikan juga harus diperhatikan.
Pemerintah, orangtua dan masyarakat adalah pihak yang paling bertanggung jawab dalam pembentukan kepribadian Anak Indonesia Sebagai Harapan Masa Depan. Bukankah kita dapat meramalakan masa depan negara ini, apabila kita mengetahui dan membiarkan bibit bibit generasi bangsa, tumbuh tanpa arahan, tumbuh tanpa pendidikan, dan tumbuh tanpa bersekolah. Bila semua tidak Sadar diri harapan akan terbentuknya sebuah generasi yang tangguh dan membanggakan tidak akan terwujud. Maka mulai dari sekarang mari kita semua sadar diri.


2. Saran
 Untuk Pemerintah :
Hanya dengan generasi penerus yang terdidik dan cerdas serta bermoral, maka hari depan bangsa bisa dibayangkan titik terangnya. Namun pendidikan di Indonesia semakin lama semakin mahal. Program pendidikan gratis yang diterapkan pemerintah pun masih dianggap belum efektif dalam meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Program wajib belajar 9 tahun dan sekolah gratis yang sudah berjalan harus lebih diperhatikan lagi. Pada kenyataannya sekolah gratis yang benar-benar gratis belum sepenuhnya menjadi kenyataan. Memang untuk masuk bangku SD dan SMP sekarang tidak ada lagi kewajiban untuk membayar SPP, tapi setelah masuk orang tua tetap dibebani dengan kewajiban untuk pengadaan buku paket pelajaran. Dan pahitnya lagi buku yang sudah di beli dan di gunakan oleh si anak tidak bisa dipakai lagi (diwariskan) oleh adiknya nanti karena tiap tahun kurikulum (apapun namanya) selalu berganti, termasuk adanya perbedaan antara satu sekolah dengan sekolah lain dalam hal Penerbit buku pelajaran. Dalam hal ini selain menggratis-kan masuk sekolah pemerintah juga seharusnya menyediakan buku pelajaran gratis yang baku dan seragam serta mewajibkan semua sekolah untuk menggunakannya. Pengadaan buku penunjang lain selain buku paket pokok harus bersifat opsional.
 Untuk orang tua :
Orang tua, seharus memberikan kesempatan yang sama dan tidak membeda-bedakan antara hak anak laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses pendidikan. Karena krisis ekonomi yang berkepanjangan menjadikan orangtua mengutamakan anak laki-laki dari pada anak perempuan untuk bersekolah. Akibatnya, memperbanyak anak perempuan tidak bersekolah, buta huruf atau drop out di pendidikan dasar. Selanjutnya mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh tani dan kebun, buruh serabutan dan ada yang terlibat prostitusi.
Sebisa mungkin jangan biarkan anak bekerja karena awalnya pekerja anak tersebut hanya untuk membantu perekonomian orangtua, tetapi lama kelamaan banyak anak yang terjebak sebagai pekerja permanen. Mereka akhirnya menikmati hasil pendapatan dan berakibat anak lebih sering bolos sekolah dan kemudian drop out .
 Untuk Guru dan Sekolah
Untuk para pengambil keputusan bidang pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dan para guru untuk menekankan pentingnya pembelajaran yang menarik, menyenangkan, inspiratif. Agar anak-anak senang belajar dan dapat menarik anak yang bekerja agar kembali ke sekolah.
Yang paling penting adalah agar PGRI provinsi memberikan beasiswa serta juga meminta pihak sekolah agar membebaskan anak dari segala pungutan. Ini membuka kesempatan anak anak yang orangtuanya tidak mampu membiayai sekolah dapat kembali mengenyam bangku sekolahan.
 Masyarakat
Seharusnya masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim jangan hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada lembaga pendidikan. Namun, keluarga-keluarga Muslim juga harus memberikan kontribusinya, yaitu dengan memberi bekal pendidikan dari rumah, baik pengetahuan umum maupun agama. Keluarga Muslim menjadi benteng bagi anak-anaknya.Apalagi, sekarang ini semakin besar tantangan yang harus dihadapi keluarga Muslim. Ini harus menjadi perhatian umat Islam. Selain pendidikan, hal lain yang perlu diperhatikan adalah keterlibatan institusi atau ormas Islam dalam melakukan pembinaan terhadap umat.
Masyarakat juga bertanggung jawab untuk membentuk moral anak anak indonesia. Jadi, anak anak nantinya akan berperilaku baik dan berakhlak mulia tak hanya saat berada di rumah atau masjid, tapi juga dalam kehidupan social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar